Langsung ke konten utama

Apa saja sih kegiatan GRKI yang sudah dilakukan?


Halo Sobat Mangrove!!


Kelapangan main bola

Bola di tendang masuk gawang

Mari kita bersama-sama

Tanam mangrove dengan riang


Pantun di atas menjadi aksi dari adanya latar belakang permasalahan pengelolaan hutan mangerove di Indonesia. Hutan Mangrove sendiri merupakan salah satu komunitas tumbuhan yang hidup di kawasan pinggiran pantai. Ekosistem mangrove memiliki peran dalam aspek ekonomi dan ekologi bagi lingkungan sekitarnya. Dari aspek ekologi, mangrove merupakan habitat bagi berbagai jenis satwa liar, seperti primata, reptilia dan aves; tempat berkembang biak bagi burung air, dan tempat idel sebagai daerah asuhan, tempat mencari makan dan tempat pembesaran anak bagi berbagai jenis ikan dan udang. Dari aspek ekonomi, mangrove dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kegiatan silvofishery dan pelindung dari terjadinya abrasi laut.

Menurut data Badan Pusat Statistik, pada tahun 2021 luas ekosistem mangrove di Indonesia mencapai 3,63 juta Ha (20,37%) dari total luas dunia. Berdasarkan pulau, Papua memiliki ekosistem mangrove terluas di Indonesia dengan luas 1,63 juta Ha. Sumatera berada di peringkat kedua dengan luas 892.835 Ha. Selanjutnya kalimantan berada di peringkat ketiga dengan luas ekosistem 630.913 Ha. Ekosistem hutan mangrove di Indonesia memiliki keanekaragaman kurang lebih 202 spesies yang terdiri atas 89 spesies pohon, 5 spesies palem, 19 spesies liana, 44 spesies epifit, dan satu spesies sikas.

Permasalahan utama pada habitat mangrove bersumber dari berbagai tekanan yang menyebabkan luas hutan mangrove semakin berkurang antara lain oleh kegiatan tambak, atau berbagai kegiatan pengusahaan hutan yang tidak bertanggung jawab. pertambahan penduduk terutama di daerah pantai mengakibatkan adanya perubahan tataguna lahan dan pemanfaatan sumber daya alam secara berlebihan, sehingga hutan mangrove dengan cepat menipis dan rusak di seluruh daerah tropis. Menipisnya hutan mangrove menjadi perhatian serius negara berkembang, termasuk Indonesia dalam masalah lingkungan dan ekonomi.

Yayasan GRKI atau Gema Rehabilitasi dan Konservasi Indonesia mencoba hadir untuk menjadi bagian dari jawaban atas permasalahan - permasalahan lingkungan ekosistem mangrove yang terjadi secara global dan khususnya di wilayah Sumatera bagian tengah. Yayasan GRKI didirakan pada 21 Maret 2021, yang memiliki fokus kerja. Yayasan GRKImenggali isu - isu kritis dan startegis mengenai pembangunan lingkungan secara berkelanjutan agar tercapai perwujudan kesejahteraan rakyat bidang lingkungan hidup. Dalam tahap pertama adalah rehabilitasi dan konservasi di kawasan mangrove, namun tidak menurup kemungkinan untuk jenis kawasan.

Tulisan ini memuat penjelasan tentang 2 (dua) teknik rehabilitasi lahan mangrove yang telah mengalami gangguan atau kerusakan. Kedua teknis tersebut yakni (1) rehabilitasi mangrove dengan penanaman kembali lahan bekas penebangan atau telah terbuka, atau dengan (2) cara memperbaiki kondisi hidrologi lahan tersebut. Kegiatan yang sudah dilakukan oleh GRKI adalah di teknik pertama yaiturehabilitasi mangrove di areal lahan terbuka di Desa Parit Lapis, Desa teluk Lancar, Desa Bantai Air, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Berikut adalah kegiatan yang dilakukan oleh GRKI:

  • Survei Kondisi Umum Lahan
Beberapa hal berikut perlu dilakukan saat melakukan survei:
  1. Perhatikan apakan substrat telah berbeda bila dibandingkan dengan kondisi substrat yang masih ditumbuhi mangrove di sekitarnya;
  2. Perhatikan apakah sistem pengairan (hidrologi) telah berubah pada lahan seperti terbentuknya aliran - aliran air baru, perendaman air laut atau tawar, atau bagian lahan ada yang kering dan sudah ditumbuhi semak - semak tumbuhan darat;
  3. perhatikan struktur komunitas mangrove yang ada terutama komposisi jenis sekitar lahan yang akan ditanami.


Hasil survei akan menjadi rekomendasi untuk mendesain upaya rehabilitasi yang akan dilakukan. Bila terjadi perubahan nyata pada sistem hidrologi lahan, maka tindakan yang harus dilakukan adalahn memperbaiki terlabih dahulu sistem. Bila kondisi fisik lahan masih sama atau relatif sama dengan kondisi sekitarnya yang masih ditumbuhi mangrove, upaya penanaman dapat segera dilakukan. Jenis bibit yang akan ditanaman dan di lokasi manan masing - masing jenis bibit akan ditanam juga menjadi rekomendasi hasil survei.

  • Penanaman Secara Buatan
Beberapa langkah berikut paerlu dilakukan untuk memastikan terlaksananya upaya proses penanaman secara buatan:
1.    Penyediaan Bibit
Berdasarkan sumbernya, ada beberapa jenis bibit yang dapat digunakan, yakni:
  • Bibit yang dikumpulkan langsung dari hutan mangrove berupa anakan yang sudah berkecambah dan masih bergantung di pohon induk terutama untuk 1 jenis Rhizophora sp. Proses pengumpulannya dapat dilakukan dengan menggoyang dahan pohon dimana bibit tersebut berada, atau dengan memetik langsung di pohon dengan memperhatikan beberapa tanda yang menunjukan bahwa berwarna kuning tua, bewarna lebih gelap atau buram (biasanya agak keciklatan atau hijau tua).
  • Bibit yang berupa anakan yang telah jatuh dan  menumpuk di bawah pohon induk, baik yang telah berakar atau belum atau yang telah berdaun sebanyak 2-6 lembar.
  • Bibit dalam bentuk anakan yang sudah berkecambah seperti pada Rhizophora Sp., atau jenis lain dengan ukuran yang lebih kecil seperti pada Avicennia Sp. Dalam praktek, dua tipe bibit yang pertama dapat langsung ditanam, atau disemaikan terlebih dahulu, kecuali untuk anakan yang sudah berdaun sebaiknya langsung ditanam.




2.    Persemaian
Media persemaian dapat berupa kantong plastik bila tersedia, atau menggunakan kulit batang pisang, atau ditanam langsung di bedeng -  bedeng yang telah disiapkan. Tanah sebaiknya berasal dari lokasi tempat pengumpulan bibit atau anakan. Penambahan pupuk kandang dapat mempercepat pertumbuhan bibit. Seleksi bibit yang baik dapat dilakukan dengan merendam buah yang telah matang ke dalam ember dan diambil biji yang timbul dan berbentuk sempurna (tidak saling menempel atau rusak dimakan serangga). Bibit ditanam dalam media tanam sengan posisi tempat keluarnya calon akar (radikel) ditancapkan ke dalam tanah. Lokasi persemaian yang ideal terletak di dekat lahan yang akan direhabiliasi dan masih dapat dijangkau air pasang di zona dekat daratan, atau di darat untuk benih yang berukuran kecil atau berupa biji. Bila Bibit disemaikan di darat maka minimal sekali sehari disirami air laut.







3.    Penanaman
Sebaiknya, anakan yang akan ditanam/dipindahkan ke lahan rehabilitasi tidak terlalu kecil terutama untuk anakan yang berasal dari benih atau bibit yang berukuran kecik atau berbentuk biji. Umur anakan yang sudah dapat dipindahkan dapat bervariasi, tetapi sebagai dasarnya, anakan sengan jumlah daun 4-6 sudah dapat dipindahkan. Agar tidak terbawa air, anakan harus ditanam cukup kuat. Hal yang tidak dapat ditinggalkan ketika penanaman dilakukan yaitu setiap jenis mangrove hanya akan tumbuh sehat di tempat yang menjadi habitatnya. Kematian bibit di tahap awal jarang terjadi, namum tingkat harapan keberhasilannya adalah sekitar 50%. Kerapatan khas mangrove dewasa adalah sekitar 1.000 pohon per hektar atau 1 pohon per 10 meter persegi, jadi 50% kematian penanaman tahap awal dengan jarak 1 meter tidak akan berpengaruh terhadap kerapatan hutan. Meskipun penanaman pada musim panas adalah yang ideal, tetapi bibit mangrove dapat pula ditanam sepanjang tahun dengan hasil yang memuaskan. Penanaman mangrove dimulai dengan membuat pancang jarak tanam, pembuatan lubang, dan penanaman. Yayasan GRKI telah menanam 30.000 bibit di beberapa lokasi.







4.    Perawatan Lahan
Gangguan pada lahan yang telah ditanami kembali harus dibuat seminimal mungkin. Batang kayu bekas penebangan harus disingkarkan atau dijadikan tiang penyangga untuk bibit mangrove agar tidak terkena ombak laut. jika ada bibit mangrove yang mati atau hilang terkena ombak laut, maka akan dilakukan penyulaman bibit mangrove.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gema Rehabilitasi dan Konservasi Indonesia

Gema Rehabilitasi dan Konservasi Indonesia (GRKI)  merupakan yayasan berbadan hukum yang bertujuan dalam bidang sosial dan bidang lingkungan. Kegiatan  Gema Rehabilitasi dan Konservasi Indonesia (GRKI) yang paling utama yaitu untuk merehabilitasi kawasan mangrove dan gambut yang sudah tidak produktif atau kurang produktif.

Pembuatan Bedeng Persemaian Mangrove GRKI

Pada tanggal 22 Desember 2021, pembuatan bedeng persemaian bibit mangrove GRKI dilaksanakan di daerah Desa Teluk Lancar, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Bedeng yang dibuat dapat menampung 100 ribu hingga 150 ribu bibit mangrove. Jenis bibit yang disemaikan berjenis Rhizopora Apiculata dan Avicennia Alba . Berikut kumpulan dokumentasi saat pembuatan bedeng persemaian :